Ketika
seseorang sudah memasuki fase lanjut usia (lansia), secara alami fungsi-fungsi
tubuh akan mengalami penurunan, termasuk pula dalam hal daya inga, atau yang
sering disebut dengan istilah demensia.
Apa itu Demensia?
Demensia adalah kondisi hilangnya kemampuan intelektual yang
menghalangi hubungan sosial dan fungsi dalam kehidupan sehari-hari. Demensia
merupakan penyakit degeneratif yang sering menyerang orang yang berusia di atas 60 tahun.
Demensia terjadi akibat kerusakan sel-sel otak di mana sistem saraf tidak lagi bisa
membawa informasi ke dalam otak, sehingga membuat kemunduran pada daya ingat,
keterampilan secara progresif, gangguan emosi, dan perubahan perilaku (Pieter
and Janiwarti, 2011).
Hampir 55% penderita demensia disebabkan oleh Alzheimer, 25-
35% karena stroke dan 10-15% karena penyebab lain. Banyak pengidap demensia yang bisa diobati meskipun sangat sedikit
dari mereka yang dapat disembuhkan (Asrori dan putri, 2014).
Gejala Demensia
Gejala utama pada orang pengidap demensia adalah penurunan
memori dan perubahan pola pikir yang terlihat dan cara seseorang berbicara. Gejala tersebut
akan terus memburuk seiring dengan berjalannya waktu.
Berikut ini 5 tahapan gejala yang muncul pada penderita
demensia:
- Tahap Pertama
Pada tahap ini penderita masih memiliki fungsi otak yang
normal sehingga gejala yang ada belum terlihat.
- Tahap Kedua
Individu pengidap demensia akan mulai terganggu
aktivitasnya. Contoh, mereka akan kesulitan dalam hal multitasking (melakukan berbagai kegiatan dalam satu waktu), sulit
membuat keputusan, sulit
memecahkan masalah, mudah lupa, dan kesulitan dalam memilih kata yang tepat.
- Tahap Ketiga
Di tahap ini penderita akan mengalami gangguan mental organik. Mereka
akan tersesat saat melewati jalan yang biasa dilalui, sulit menangkap informasi
baru, berada dalam suasana
hati yang datar dan kurang bersemangat, serta mengalami berbagai masalah kepribadian dan menurunnya
kemampuan bersosialisasi.
- Tahap Keempat
Ketika memasuki tahap keempat, penderita akan kesulitan
melakukan aktivitas harian mereka sehingga sangat membutuhkan bantuan orang
lain. Contohnya, mereka
akan membutuhkan bantuan orang lain untuk makan ,berpakaian, bahkan mandi. Penderita juga akan mengalami
gangguan tidur, kesulitan membaca dan menulis, menjadi apatis, menarik diri
dari lingkungan sosial, berhalusinasi, mudah marah, dan bersikap kasar.
- Tahap Kelima
Pada saat memasuki tahap ini, penderita dapat dikatakan
mengalami demensia berat. Mereka yang mengalami demensia akan mengandalkan
orang lain sepanjang hidupnya. Penderita akan kehilangan kemampuan dasar
mereka, seperti duduk atau berjalan, tidak mengalami keluarga, dan tidak paham
bahasa.
Tips Mencegah
Demensia
Demensia menyebabkan terganggunya ingatan dan proses
berpikir seseorang. Sehingga, pencegahan demensia dapat dilakukan dengan
meningkatkan daya ingat dan konsentrasi melalui penerapan pola hidup sehat
dengan tujuan kesehatan dan fungsi otak tetap terjaga dan terpenuhi nutrisinya.
Berikut beberapa tips hidup sehat yang dapat anda terapkan:
1. Memperhatikan asupan nutrisi
Otak memerlukan asupan makanan bergizi agar dapat berfungsi
dengan optimal. Perbanyak konsumsi makanan, seperti sayuran hijau, ikan, teh
hijau, dan kacang-kacangan, agar fungsi otak lebih terjaga. Konsumsi minuman
beralkohol juga harus
dibatasi. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan mengonsumsi
minuman beralkohol dalam jumlah berlebihan, bisa berdampak buruk pada fungsi
kognitif atau proses berpikir dan memori seseorang.
2. Olahraga
Disarankan untuk melakukan olahraga ringan seperti berjalan
kaki, berlari ringan, atau berenang selama
kurang lebih 30 menit setiap harinya. Kurangnya aktivitas fisik secara teratur
dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, kelebihan berat badan atau
obesitas, dan diabetes yang
bisa memunculkan
risiko demensia yang lebih tinggi.
3. Senam Otak
Selain menjaga nutrisi dan berolahraga, otak juga perlu
dilatih agar kemampuannya tetap terjaga. Senam otak dapat dilakukan dengan
beberapa cara seperti mengisi teka-teki silang, bermain puzzle (bongkar
pasang gambar), membaca, bermain catur, menguji ingatan dengan menghafal
gambar, atau belajar memainkan alat musik.
4. Membiasakan diri mengorganisir hal-hal kecil
Sering sekali seseorang lupa pada barangnya karena diletakkan di
sembarang tempat. Oleh karena itu, cobalah untuk merapikan barang-barang
pribadi di sekitar. Mulai dari hal-hal kecil, seperti menaruh barang kembali
pada tempatnya, menulis agenda harian, dan membuang barang- barang yang sudah
tidak terpakai. Hal tersebut akan membuat otak lebih fokus, sehingga daya ingat
tetap terjaga.
5. Istirahat yang cukup
Saat tidur, ingatan seseorang akan menyusun kembali
informasi dari hal-hal yang sudah terjadi. Cukup istirahat akan membuat tubuh
terasa bugar dan terhindar dari stres. Biasanya, orang dewasa membutuhkan
sekitar 7–9 jam untuk tidur. Selain itu, tidur yang berkualitas juga dapat
membantu untuk mengingat dan mempelajari sesuatu hal yang baru.
6. Aktif bersosialisasi
Aktif bersosialisasi dan menjalin komunikasi, misalnya
dengan teman, sahabat, dan orang-orang terdekat adalah salah satu cara
meningkatkan daya ingat yang efektif. Berkumpul dengan mereka memungkinkan
terbebas dari stres dan depresi. Kedua kondisi tersebut sangat erat kaitannya
dengan penyebab menurunnya daya ingat. Pada beberapa kondisi, penggunaan
obat-obatan atau suplemen juga dapat dilakukan untuk meningkatkan daya ingat.
Namun, hal tersebut perlu dikonsultasikan
dengan dokter untuk
memastikan efektivitas dan risiko yang dapat muncul.
***
Tim Penulis: Amir Syarifudin, Azyza Tian Yustisiningrum, Farah Amaliah, Fatina Aqilah, Muhamad Agam Hidayat, Willa Cahyadewi
Referensi:
Abdillah. A. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Perilaku Pencegahan Demensia Pada Lansia. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan P-ISSN
: 2085-5931 e-ISSN : 2623- 2871
Alodokter.com (2022, 7 april). Diakses pada 6 Juni
2023, https://www.alodokter.com/demensia
Alodokter.com. (2021, 7 Mei). Diakses pada 30 Mei 2023,
Suwarni, S., S. Setiawan, and M.M.J.J.K.F. Syatibi, Hubungan
usia demensia dan kemampuan fungsional pada lansia. 2017. 2(1): p. 34-41.