IND/ENG

Mengenal Stunting, Dampak dan Cara Pencegahannya

Sumber Gambar : .

Di awal tahun 2023  Kementerian Kesehatan RI mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang menyebutkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Walaupun demikian, angka tersebut masih melebihi standar Badan Kesehatan dunia atau WHO, yang mematok ringkat prevalensi stunting harus kurang dari 20%.

Sebenarnya apa itu stunting, bagaimana ciri-cirinya, apa dampak, serta dan bagaimana pencegahannya?

Stunting dan Ciri-Ciri Anak Pengidap Stunting

Menurut WHO, stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak yang disebabkan kekurangan asupan gizi, terserang infeksi, maupun stimulasi yang tak memadai.

Dalam definisi Kementerian Kesehatan, stunting adalah akibat dari kekurangan asupan gizi yang kronis, dan merupakan masalah gizi buruk jangka panjang yang berujung pada gangguan tumbuh kembang anak, khususnya pada bayi umur 0-11 bulan, dan balita usia 12-59 bulan. Salah satu indikatornya adalah adalah tinggi badan anak yang lebih rendah atau lebih pendek dari standar usianya.

Menurut Kementerian Kesehatan, anak-anak yang mengalami sunting memiliki ciri-ciri antara lain:

1. Anak memiliki tubuh lebih pendek dibandingkan anak seusianya

2. Proporsi tubuh yang cenderung normal namun terlihat lebih kecil dari usianya

3. Berat badan yang rendah untuk anak usianya

4. Pertumbuhan gigi terlambat

5. Pertumbuhan tulang yang tertunda

6. Wajah tampak lebih muda dari usianya

7. Pada Usia 8 – 10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan komunikasi dengan menatap mata (komunikasi nonverbal)

8. Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).

9. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar

10. Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.

Dampak Stunting pada Anak-anak

Bukan hanya dari aspek fisik—terkait tinggi badan--anak-anak pengidap stunting juga sangat berpotensi terdampak kondisi psikologisnya. Mereka berisiko mengalami perkembangan kognitif, motorik dan kemampuan bicara yang buruk. Kondisi tersebut akan berdampak pada kemampuan belajar dan prestasi akademik di sekolahnya.

Risiko lain yang dihadapi anak-anak yang mengalami stunting adalah kemampuannya dalam berinteraksi sosial atau bersosialisasi. Hal itu disebabkan karena mereka kerapkali merasa malu, tidak percaya diri, atau merasa rendah.

Dibandingkan dengan anak-anak normal, anak-anak yang mengalami stunting di dua tahun awal kehidupannya, akan cenderung mengalami tekanan psikologis di masa remajanya. Ini termasuk kecenderungan gangguan kecemasan dan harga diri yang rentan terhadap depresi, serta menampilkan perilaku berlbihan yang mengarah pada perilaku yang bertentangan dengan kondisi normal.

Menurut WHO, anak-anak dengan kondisi stunting memiliki masalah perkembangan sosio-emosional seperti lesu, apatis dan tidak responsif. Hal itu seringkali disebabkan oleh tidak terpenuhinya stimulasi dan respons orang tua yang mereka butuhkan agar otak berkembang secara maksimal.

Pada akhirnya, anak-anak yang kekurangan stimulasi psikososial dan respons orang tua berisiko mengalami keterlambatan atau terhambat pada perkembangan sosial dan emosional. Kondisi tersebut mempengaruhi bagaimana anak-anak berinteraksi dengan orang lain, bagaimana mereka menghadapi emosi mereka, serta bagaimana mereka bereaksi terhadap kejadian-kejadian yang terjadi di sekitar mereka.

Anak-anak pengidap stunting memiliki emosi yang sulit terkontrol, dikarenakan kurangnya stimulasi dan respons dari orang tua di masa perkembangannya. Kurangnya konsumsi gizi yang baik maupun kurangnya respon serta stimulasi dari orang tua untuk mengungkapkan emosi anak, memberi pengertian dan membuat anak mengerti cara menerima diri sendiri, hal ini membuat anak kebingungan dan sulit menerima diri sendiri, serta sulit mengungkapkan emosi yang dirasakan.

Oleh karenanya, anak-anak pengidap stunting mengungkapkan emosi yang dirasakan dengan meledak-ledak, sulit berkomunikasi dengan teman sebaya dan orang lain, serta cenderung memiliki kemampuan belajar yang rendah.

Cara Pencegahan Stunting

1. Sejak hamil, ibu selalu memperbaiki gizi dan kesehatan terutama yang berasal dari asupan makanan.

 2. Saat bayi lahir, sesaat setelah melahirkan, jangan lupa untuk melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Pemberian asi amat dianjurkan oleh badan kesehatan dunia (WHO).

3. Bayi usia 6-24 bulan Diberikan MPASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) yang berkualitas dan seimbang sejak berusia 6 bulan. selain itu, bayi atau anak dapat memperoleh kapsul vitamin A dan imunisasi dasar lengkap.

4. Selalu memantau pertumbuhan bayi dan balita. Hal ini untuk mendeteksi ada atau tidaknya gangguan pertumbuhan.

5. Selalu menerapkan Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), yang meliputi peningkatan akses terhadap air bersih, fasilitas sanitasi, dan menjaga kebersihan lingkungan.

Selain dengan melihat 5 pencegahan stunting di atas, kita dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi, balita dan anak dengan acuan Buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) yang ada pada website Kementerian Kesehatan.

***

Tim penulis:

Muhammad Fajar, Arman Maulana, Riyan Gunawan, Alfiana Eka PutriAfifah , Novita Fadilah Lubis, Astria Sena

 

===

Referensi:

- https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/728/konsep-dasar-dan-sejarah-perkembangan-ilmugizi

- Savira Nurcahya Putri , Rahmat Sudiyat,Agustus 2021 PENGEMBANGAN E-BOOK anti stunting (ebas) bagi kader kesehatan mengenai pencegahan stunting JURNAL KESEHATAN SILIWANGI Vol 2 No 1

- Mayar, F. & Astuti, Y. (2021). Peran Gizi Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(3), 9695-9704

- Alzahrani, M., Alharbi, M., & Alodwani, A. (2019). The Effect of Social-Emotional Competence on Children Academic Achievement and - Behavioral Development. International Education Studies, 12, 141. https://doi.org/10.5539/ies.v12n12p141

- Amaranggani, P. P. A. (2018). Hubungan kejadian stunting dengan perkembangan sosial emosional anak prasekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Kalasan Kabupaten Sleman [Thesis, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta]. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1685/ 1/SKRIPSI.pd


Create By : Admin
Artikel Lainnya